Menulis: Kerja atau Karya?

Oleh: Anwar Abba (aka MK Anwar)

Menulis (sumber: koleksi pribadi)

Menulis, aktivitas menuangkan ide dan perasaan. Dalam bentuk rangkaian kata. Bisa panjang maupun pendek.

Tujuan menulis pun beragam. Ada yang demi karya. Ada yang demi penghidupan (kerja).

Sosok seperti Mohammad Hatta, Soekarno, Sutan Sjahrir, Chairil Anwar, Tan Malaka. Mereka menulis demi karya. Bukan hanya mengejar penghidupan semata.

Mereka menulis, sebagai alat perjuangan. Menggelorakan isu kemerdekaan diri. Hingga menggerakkan hati. Sampai kini, tulisan mereka masih diminati.

Para penulis itu mengabadikan pikiran dengan indah. Isinya begitu mudah dipahami. Dirangkai dengan istilah yang begitu ringan.

Semua orang bisa memahami tulisan mereka. Entah dari golongan elit, hingga golongan alit. Dari golongan intelektual, hingga golongan pembelajar.

Setiap orang punya penulisan yang berbeda. Mereka memiliki ciri khas tersendiri.

Sangat mudah untuk mengetahui sang penulis. Meski mata harus ditutup.

Mereka mencari penghidupan dari jalan lain. Bagi mereka, menulis adalah jalan memerdekakan. Mengabadikan pikiran dan momen.

Layaknya dunia, penulisan pun mengikuti ajaran Yin dan Yang. "Hitam dan putih yang berdampingan dan saling mengisi di dalam lingkaran keseimbangan", Lao Tzu dalam kitabnya Yin Yang Mao Dun Guan di abad ke-6.

Selain demi karya, ada pula yang menulis demi kerja. Bisa dilihat dari beragam profesi. Mulai dari penulis konten, penulis iklan, hingga jurnalis masa kini.

Mereka menulis demi mencari penghidupan. Mereka mencari tulisan yang mampu menggetarkan hati. Sehingga banyak orang yang meminati.

Setiap orang punya pilihan sendiri. Ada yang memilih untuk berkarya semata. Ada yang demi kerja. Namun, ada pula yang menggabungkan keduanya. Seperti Pidi Baiq, Hamka, Dee, Andrea Hirata, Habiburahman El Shirazy.

Penggabungan dua tujuan ini, menjadi fenomena tersendiri. Mulai banyak penulis-penulis muda yang bermunculan. Seperti Raditya Dika, Fiersa Besari, Boy Chandra.

Apalagi kita memasuki era industri kreatif. Pekerjaan tak lagi harus berseberangan dengan renjana (passion). Justru, pekerjaan bisa selaras dengan renjana.

Buktinya, para penulis muda itu bekerja sambil berkarya. Menjadikan pekerjaan layaknya ladang permainan. Menjelajahi ruang kata dan makna.

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis. Ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian,” kutipan dari Pramoedya Ananta Toer.

Menulis adalah bekerja untuk mengabadikan pikiran. Untuk media kepenulisannya pun beragam. Bisa berupa tulisan pena hingga tulisan elektronik. Menulis di industri, hingga menulis indie.

Jenis tulisannya pun beragam. Baik dalam bentuk opini, berita, hingga sastra. Sastra pun beragam. Mulai dari puisi, cerpen, hingga novel.

Banyaknya media kepenulisan yang ada. Membuat dunia kepenulisan semakin subur. Apalagi era media sosial. Setiap orang adalah penulis. Minimal, mereka menulis di media sosial masing-masing.

Bukan hanya kisah pribadi. Bisa pula memuat kisah orang. Layaknya media “Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (NKCTHI). Tulisannya pun berubah menjadi kutipan, yang syarat akan makna. Dengan penjelasan di deskripsi.

Layaknya karya pada umumnya. Ciri khas menjadi modal tersendiri. Agar tulisan yang dimuat bisa diminati banyak orang. Ini menjadi media promosi. Baik bagi promosi diri pribadi, hingga promosi bisnis.

Jadi, menulis kini bukan hanya karya semata. Kini, menulis berkembang menjadi kerja. Isinya pun beragam. Mulai dari kisah indah, hingga menjadi promosi.


Menulis adalah karya yang menjadi kerja. Hidup tuk berkarya!


EmoticonEmoticon